JAKARTA -- Besarnya populasi usia kerja harus diakui merupakan pemicu pertumbuhan ekonomi.
Pengurangan jumlah anak meningkatkan
pendapatan per kapita, sementara besarnya jumlah penduduk usia kerja
mendorong peningkatan pendapatan per kapita.
Peningkatan usia harapan hidup juga
meningkatkan pendapatan per kapita meski kemudian meningkatnya jumlah
lansia menurunkan pendapatan tersebut.
Setelah 2030, jendela peluang akan menyempit karena meningkatnya jumlah lansia sehingga angka ketergantungn naik di atas 50.
”Jendela peluang hanya terjadi sekali
dalam sejarah suatu penduduk. Karena itu, Indonesia harus dapat
memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk membantu pertumbuhan ekonomi,” kata
Prof Sri Moertiningsih Adioetomo dalam diskusi panel Kompas, belum lama
ini.
Banyak negara menjadi kaya karena
berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus demografinya untuk
melentingkan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Akan
tetapi, kemudian ledakan jumlah lansia, seperti di Jepang dan Eropa
barat, membengkakkan biaya jaminan sosial, terutama pensiun.
Biaya itu harus dipikul penduduk usia
kerja, antara lain, melalui pajak. Akibatnya, pendapatan per kapita
menurun, begitu pula kesempatan menabung.
Di Indonesia, pada tahun 1971 setiap
86 anak ditanggung 100 pekerja dan pada 2010 rata-rata 51 anak
ditanggung 100 pekerja. Bila keadaan ini terus berlanjut, pada 2020-2030
akan terbuka jendela peluang (window of opportunity) saat angka
ketergantungan mencapai titik terendah, yaitu hanya 44 anak ditanggung
tiap 100 pekerja.
Bonus demografi menjadi dasar
meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui
pemanfaatan sumber daya manusia.
Saat tingkat fertilitas (jumlah
kelahiran sepanjang hidup perempuan) turun, pertumbuhan pendapatan per
kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk usia anak-anak dapat
dialihkan untuk peningkatan mutu manusia sebagai modal pembangunan.
Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit memberi perempuan peluang masuk pasar kerja sehingga meningkatka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar