Kompas.com - Vaksin HPV untuk mencegah human
papillomavirus (HPV), penyebab utama kanker serviks pada wanita,
disarankan juga diberikan kepada anak laki-laki. Keputusan itu secara
bulat diambil oleh dewan komite untuk imunisasi Amerika Serikat (The
Advisory Committee on Immunization Practices).
Keputusan
tersebut dinilai publik berlebihan karena vaksin HPV sendiri belum
populer dikalangan para remaja putri, apalagi jika direkomendasikan
untuk anak laki-laki.
Di AS tercatat baru 49 persen remaja
putri yang mendapat satu dari tiga kali suntikan HPV yang disarankan.
Hanya sepertiga remaja yang mendapatkan vaksin secara lengkap.
Dewan komite mengatakan, sedikitnya remaja putri yang divaksin HPV
semakin meningkatkan perlunya dicari cara baru untuk mencegah kanker
ini. Para pakar menyatakan kunci yang utama adalah melakukan vaksinasi
secara rutin pada anak laki-laki untuk mencegah penyebaran virus HPV
melalui hubungan seksual.
Dalam pelaksanaannya, vaksin HPV yang
baru diperkenalkan sejak tahun 2006 ini banyak mendapat hambatan.
Sebagian orangtua tidak yakin akan keamanan vaksin ini, terutama pada
produk baru. Banyak pula orangtua yang tak ingin berpikir anak
perempuan mereka akan melakukan hubungan seks, atau mereka juga tak mau
vaksin ini menjadi alasan bagi remaja untuk bebas melakukan seks.
Diperkirakan 75-80 persen pria dan wanita terinfeksi HPV selama
hidupnya, tetapi kebanyakan tidak berkembang menjadi gejala penyakit
atau menyebabkan penyakit. Beberapa jenis infeksi memicu kutil kelamin,
kanker serviks dan jenis kanker lain, termasuk kanker kepala dan leher.
Vaksin HPV disetujui para pakar untuk diberikan pada anak laki-laki dan
perempuan usia 9-26 tahun. Dewan komite juga merekomendasikan anak
laki-laki usia 13-21 divaksinasi.
Keputusan yang diambil dewan
komite itu juga dilandasi bukti ilmiah yang menyebutkan vaksin HPV
mencegah kanker anal pada laki-laki dan diduga kuat juga mencegah
kanker tenggorokan. Penelitian itu difokuskan pada pria homoseksual dan
ditemukan efektif sampai 75 persen mencegah kanker anal.
Sementara itu sebagian dokter berpendapat mengampanyekan vaksin yang
berkaitan dengan kaum homoseksual bukanlah strategi yang tepat.
Beberapa orangtua bahkan dengan tegas mengatakan tidak ingin melakukan
vaksin pada anaknya karena anaknya tidak mungkin menjadi homoseksual.
Kendati demikian dewan komite berkilah bahwa sebagian besar orangtua
setuju untuk memberi vaksin pada anak laki-lakinya untuk melindungi
remaja perempuan. Survei terhadap 600 dokter anak tahun lalu juga
menyebutkan hampir 70 persen dokter keluarga akan merekomendasikan
vaksin pada anak laki-laki jika diperlukan.
Rabu, 26 Oktober 2011
Pemerintah Targetkan Rekrut 30.000 Petugas Lapangan
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menargetkan punya 30.000
penyuluh lapangan keluarga berencana hingga akhir tahun. Saat ini,
jumlahnya baru 24.000 petugas.
”Penambahan ini harus didiskusikan dengan lembaga terkait agar sesuai dengan program reformasi birokrasi,” kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Kamis (15/9).
Perekrutan itu diharapkan bisa menggantikan petugas penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB) yang akan pensiun. Keberadaannya sebagai ujung tombak penyuluhan KB sangat penting di tengah mengendurnya semangat ber-KB masyarakat dan kompleksnya persoalan kependudukan di Indonesia.
Dampak melemahnya program KB sejak era Reformasi terasa dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dari 1,45 persen periode 1990-2000 jadi 1,49 persen pada 2000-2010.
Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan perempuan usia 15-49 tahun atau angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) tahun 2009 mencapai 2,3, meleset dari perkiraan yang hanya 2,2. Kondisi ini akibat stagnasi TFR tahun 2002-2007 di angka 2,6.
Sugiri mengatakan, kebutuhan PLKB sebenarnya 35.000 orang. Kondisi ini dinilai para ahli demografi jauh dari kebutuhan ideal. Untuk 75.410 desa/kelurahan, maka 35.000 PLKB berarti satu petugas PLKB harus mengurus 2 hingga 3 desa/kelurahan. Idealnya, tiap desa/kelurahan memiliki seorang petugas PLKB.
PLKB di Jawa akan berhadapan dengan banyak keluarga yang diurus akibat besarnya populasi di Jawa. Adapun PLKB di luar Jawa akan berhadapan dengan luasnya wilayah kerja.
”Penambahan ini harus didiskusikan dengan lembaga terkait agar sesuai dengan program reformasi birokrasi,” kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Kamis (15/9).
Perekrutan itu diharapkan bisa menggantikan petugas penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB) yang akan pensiun. Keberadaannya sebagai ujung tombak penyuluhan KB sangat penting di tengah mengendurnya semangat ber-KB masyarakat dan kompleksnya persoalan kependudukan di Indonesia.
Dampak melemahnya program KB sejak era Reformasi terasa dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dari 1,45 persen periode 1990-2000 jadi 1,49 persen pada 2000-2010.
Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan perempuan usia 15-49 tahun atau angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) tahun 2009 mencapai 2,3, meleset dari perkiraan yang hanya 2,2. Kondisi ini akibat stagnasi TFR tahun 2002-2007 di angka 2,6.
Sugiri mengatakan, kebutuhan PLKB sebenarnya 35.000 orang. Kondisi ini dinilai para ahli demografi jauh dari kebutuhan ideal. Untuk 75.410 desa/kelurahan, maka 35.000 PLKB berarti satu petugas PLKB harus mengurus 2 hingga 3 desa/kelurahan. Idealnya, tiap desa/kelurahan memiliki seorang petugas PLKB.
PLKB di Jawa akan berhadapan dengan banyak keluarga yang diurus akibat besarnya populasi di Jawa. Adapun PLKB di luar Jawa akan berhadapan dengan luasnya wilayah kerja.
Langganan:
Postingan (Atom)