Sabtu, 14 Januari 2012

Inilah Statistik Proses Persalinan


JAKARTA -- Para ibu yang menjalani proses persalinan atau melahirkan di negara-negara berkembang sebagian besar harus mempertaruhkan nyawanya.

Penyebabnya, banyak proses persalinan dilakukan tanpa didukung bantuan tenaga medis yang kompeten.
Simaklah statistik kesehatan ibu menurut data global yang dihimpun dari berbagai organisasi nirlaba dunia dan Badan Kesehatan Sedunia (WHO) :
1. Setiap 90 detik seorang perempuan meninggal pada masa kehamilan atau persalinan.
2. Angka kematian ibu hamil dan melahirkan mencapai 350.000 per tahun atau lebih dari 1.000 orang per hari.
3. Sekitar 99 persen kematian ibu terjadi di negara berkembang.
4. Satu dari 11 ibu yang meninggal karena kehamilan atau persalinan terjadi di Afghanistan.
5. Amerika Serikat menempati urutan ke-50 dalam jumlah kematian ibu, jauh lebih tinggi dibanding negara Eropa, Asia dan Timur Tengah.
6. Sepertiga dari seluruh persalinan di seluruh dunia dilakukan tanpa tenaga profesional.
7. Di tahun 20111, lebih dari 50 juta bayi dilahirkan tanpa bantuan tenaga medis.
8. Bila jumlah bidan ditambah 350.000 orang maka angka kematian ibu dan bayi yang bisa dicegah mencapai 3,6 juta jiwa.
9. Peningkatan 10 persen kemampuan tenaga kesehatan setara dengan penurunan angka kematian ibu sampai 5 persen.
10. Sekitar 80 persen kematian ibu bisa dicegah dengan murah, yakni pemeriksaan kehamilan teratur, keluarga berencana (KB), persalinan dengan tenaga medis, serta perawatan kesehatan selama seminggu setelah persalinan.
11. Sekitar 1 dari 7 perempuan di negara berkembang menikah pada usia 15 tahun.
12. Gadis berusia kurang dari 15 tahun beresiko lima kali lebih besar meninggal saat persalinan.
13. Komplikasi selama kehamilan dan persalinan menjadi penyebab utama kematian pada remaja putri berusia 15-19 tahun. Angkanya mencapai 70.000 kematian setiap tahun.
14. Sekitar 215 juta perempuan yang tidak mau menambah jumlah anak tidak memiliki akses terhadap layanan KB.
15. Setiap tahunnya, kontrasepsi modern bisa mencegah 188 juta kehamilan yang tidak diinginkan.
16. Penggunaan kontrasepsi membantu mencegah 150.000 kematian ibu.
17. Memenuhi kebutuhan calon akseptor KB akan mengurangi kematian ibu sampai 32 persen.
18. Keluarga berencana juga mengurangi kematian bayi sampai 10 persen.
19. Sekitar 25 juta ibu di seluruh dunia telah menerima informasi kesehatan melalui internet dan ratusan ribu ibu menerima informasi tersebut melalui ponsel.
20. Meski penyampaian informasi kesehatan sudah canggih, namun baru 23 negara yang mencapai berhasil target Millenium Developtment Goals (MDG's) nomor lima yakni mengurangi kematian ibu sampai 75 persen pada 2015. (ABCNews/KOH)


Soal HIV AIDS, Perlu Pendekatan Rasa Takut
, 28 Desember 2011
Page Image
Page Content
JAKARTA -- Bagi Eduard Depari sosialisasi mengenai HIV/AIDS caranya sudah benar, tetapi pesannya kurang strategis. Kalau berbicara mengenai komunikasi, katanya, berarti berbicara mengenai media, siapa yang menyampaikan, dan pesan.

”Media mungkin sudah tepat. Khalayak sasaran bisa jadi juga sudah tepat.  Soal sasaran perlu diberikan pentingnya penekanan, dan prioritas ke daerah-daerah  yang rentan terhadap HIV/AIDS,” katanyan ketika ditemui di ’markas’ Royston Advisory Indonesia UOB Plaza, Jalan MH Thamrin, Jakarta, pekan lalu.

Di ruang kantor model minimalis, Eduard Depari menambahkan selain yang dikemukakan, mengenai komunikatornya juga sudah cukup baik, yakni mereka yang memiliki  kredibilitas termasuk pemerintah.
”Cuma masalahnya apakah pesannya termasuk strategis. Karena begini. HIV/AIDS ini bukannya sesuatu yang bisa kita samakan penyakit seperti malaria, demam berdarah dan sebaianya dalam hal penyebaran dan dampaknya,” kata pakar komunikasi ini.
Alasannya? ”Ya, karena, utamanya AIDS itu kan sama dengan sesuatu yang fatal, juga menyangkut generasi. Saya sebut pesannya kurang strategis karena penyampaiannya atau penyebarluasannya harus melalui pendekatan rasa takut. Ini yang kurang,” kilahnya.

Orang atau masyarakat mungkin tahu, tapi belum tentu sadar. Lain antara tahu dan sadar mengenai dampak AIDS ini. Apakah mereka sadar akan potensi penyebarannya yang bisa-bisa indiskriminatif.
Artinya, anak-anak yang belum mengenal seks bisa terkena. Bayi merah yang belum berdosa juga bisa terkena. Jadi hal semacam inilah kenyataannya. Apalagi bagi masyarakat Indonesia yang relatif tingkat pendidikan umumnya belum terlalu tinggi.

Pendekatan rasa takut itu menurutnya menjadi sesuatu yang mutlak. Dan Eduard pun memberikan analogi. Kalau menyampaikan soal penyakit gila anjing (rabies) misalnya, harus digambarkan secara visual penderitaan orang yang terkena rabies. Ini harus dijelaskan lewat kampanye soal indikasi dan akibat fatalnya kalau terlambat menangani dampak rabies.

”AIDS juga begitu. Kita gambarkan bagaimana bahaya dan dampak akibat AIDS, sehingga orang itu menjadi  jera tanpa harus mengalami. Celakanya sekarang sering sekali baru menyadari bahayanya kalau orang dekat atau yang kita kenal mengalami. Ini bisa dicegah kalau mau belajar dari pengalaman orang lain.”

Justru testimoni dari orang-orang yang mengalami ini, menurut dia, harus diceritakan dan kalau perlu divisualkan melalui televisi.  (H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar