Jumat, 30 September 2011

Sugiri Syarief Dilantik Sebagai Kepala BKKBN

Suara Pembaharuan-JAKARTA] Setelah sekian waktu memimpin perjalanan program program Keluarga Berencana (KB) nasional, dr Sugiri Syarief akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di Jakarta,Selasa (27/9). Pelantikan tersebut sekaligus menandai perjalanan program KB di Indonesia telah berusia lebih dari empat dasawarsa, yang diawali sejak tahun 16 Agustus 1967 silam.
Dalam sambutannya Menkes mengingatkan banyak sasaran yang harus dicapai oleh Sugiri ke depan. Di antaranya mengupayakan terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, ditandai dengan Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran total sebesar 2,1 dan angka reproduksi neti adalah 1.
Untuk mencapai sasaran ini diperlukan sejumlah strategi, seperti misalnya menurunnya angka unmet need KB dari pasangan usia subur 9,1% menjadu 5% pada tahun 2014. Meningkatnya usia kawin pertama perempuan dari 19,8 tahun menjadi 21 tahun, dan terbentuknya BKKB Daerah di 435 kabupaten/kota. Selain itu meningkatnya jumlah klinik KB yang memberikan pelayanan sesuai standar operasional dengan informed consent dari 20% menjadi 85%.
"Saya berharap sasaran ini tercapai, dan termasuk juga program Jampersal yang diluncurkan awal 20011 lalu. Berdasarkan laporan kelahiran yang disertai pemasangan KB masih kecil, ini harus kita dorong dan sosialisasikan terutenaga kesehatan di lapangan," kata Menkes.
Menkes menambahkan, sebagai institusi yang bertanggungjawab di bidang kependudukan, BKKBN juga diharapkan segera menyelesaikan grand design atau desain induk kependudukan.
Dikatakan, pelantikan ini juga sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi.

Sejalan dengan itu, Sugiri kini dihadapkan dengan persoalan makin berat, terutama soal jumlah penduduk yang terus melonjak.
Sensus Penduduk 2010 menunjukan populasi Indonesia berjumlah 237 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49% per tahun. Ini membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Sementara jumlah penduduk dunia diproyeksikan mencapai 7 milyar pada bulan Oktober tahun ini.
Namun, untuk menjawab tantangan ini, Sugiri berkomitmen akan berupaya semaksimal untuk mencapainya dengan visi penduduk tumbuh seimbang pada 2015. "Tetapi tugas yang tidak mudah saat ini adalah juga soal kualitas penduduk tidak hanya kuantitas. Sebab acuan kita adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di mana kita masih berada pada posisi 111 diantara 182 negara. Presiden sudah instruksi agar paling tidak 2015 IPM kita naik rankingnya di bawah 100. Jadi masalah pendidikan, kesehatan dan mikro ekonomi keluarga harus jadi perhatian kita satu persatu, tetapi itu semua bisa kuat kalau KB-nya berhasil dulu," kata Sugiri.[D-13]

BKKBN Online- Pada Selasa, 27 September 2011 bertempat di Auditorium BKKBN, Jakarta, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) oleh Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Pelantikan ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 113/M Tahun 2011.

Pelantikan Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA sebagai Kepala BKKBN turut menandai perjalanan program keluarga berencana (KB) nasional di Indonesia yang telah berusia lebih dari empat dasawarsa. Perjalanan panjang program KB nasional di Indonesia diawali pada 16 Agustus 1967 ketika dalam pidatonya di hadapan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) Presiden Soeharto menyampaikan jiwa Deklarasi Kependudukan Dunia. Program KB dijadikan sebagai program pemerintah setelah pada 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN), yang merupakan lembaga semi pemerintah, melalui surat Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat No. 36/Kpts/Kesra/X/1968. Selanjutnya LKBN diubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1970 tanggal 22 Januari 1970. BKKBN kemudian diresmikan oleh Presiden Suharto pada 29 Juni 1970.

Dinamika perjalanan program KB nasional terus berlanjut. Sejak tahun 1992 program KB nasional telah dipayungi Undang-Undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. UU Nomor 10 Tahun 1992 telah diamandemen atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 29 Oktober 2009. UU Nomor 52 Tahun 2009 mengamanatkan pembentukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana, yang bertugas melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan keluarga berencana. Dengan demikian, lembaga baru ini mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dari sebelumnya karena kini selain menyelenggarakan KB juga melaksanakan pengendalian penduduk.

Sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 52 Tahun 2009, organisasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah direstrukturisasi menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui penetapan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pada 13 Oktober 2010. Dalam Perpres tersebut juga diatur beberapa ketentuan terkait peralihan dalam pembentukan BKKBN sebagaimana tercantum dalam Bab VII Ketentuan Peralihan.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010 Bab VII Ketentuan Peralihan, Pasal 51 menyatakan bahwa pada saat mulai berlakunya Peraturan Presiden tersebut terdapat beberapa hal teknis yang perlu diatur dalam proses pembentukan BKKBN. Hal tersebut adalah pertama, bidang tugas keluarga berencana dan keluarga sejahtera dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional sampai dengan selesainya penataan organisasi BKKBN berdasarkan Peraturan Presiden ini; kedua, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini menyerahkan seluruh arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya kepada BKKBN; ketiga, Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Pegawai Negeri Sipil BKKBN; keempat, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara mengatur penyelesaian administrasi pengalihan Pegawai Negeri Sipil dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional kepada BKKBN sebagaimana dimaksud pada huruf c; dan kelima, seluruh aset negara yang dikelola dan digunakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun beralih pengelolaan dan penggunaannya kepada BKKBN setelah mendapat persetujuan Menteri yang bertanggung jawab di bidang keuangan.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010 Bab VII Ketentuan Peralihan, Pasal 53 ayat (1) menyatakan bahwa “Pada saat mulai berlakunya Peraturan Presiden ini, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ditetapkan sebagai Kepala BKKBN sampai dengan diangkatnya Kepala BKKBN yang baru berdasarkan Peraturan Presiden ini.” Pernyataan inilah yang menjadi dasar bagi Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA untuk melaksanakan segala ketentuan peralihan dalam Peraturan Presiden tersebut, termasuk penataan organisasi dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan memimpin Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2010 selama ini.

Sementara itu Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa “Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini, Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan mengusulkan calon Kepala BKKBN yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.” Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 113/M Tahun 2011, maka Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden RI disertai ucapan terima kasih atas pengabdian dan jasa-jasanya selama memangku jabatan tersebut dan diangkat kembali oleh Presiden RI sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Pada Selasa, 27 September 2011 Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional oleh Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH.

Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA dan BKKBN yang dipimpinnya dihadapkan pada tantangan berat masalah kependudukan Indonesia, khususnya kuantitas penduduk. Sesuai Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk (LPP) antara tahun 2000-2010 sebesar 1,49% per tahun. Ini membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat sementara jumlah penduduk dunia diproyeksikan mencapai 7 milyar jiwa pada bulan Oktober 2011 mendatang. Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA dan BKKBN yang dipimpinnya mencoba menjawab tantangan ini dengan berupaya mencapai visi “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dan misi “mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”.




Selasa, 27 September 2011

PELAKSANAAN PENDATAAN KELUARGA

Pelaksanaan pendataan keluarga dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan wawancara kepada setiap keluarga dari rumah ke rumah. Pendataan keluarga terakhir pada 2001 dilaksanakan mulai 1 Oktober hingga 31 Desember karena adanya perubahan tahun anggaran pemerintah, yaitu dari bulan April s.d Maret tahun berikutnya berubah menjadi dari bulan Januari ke bulan Desember setiap tahun.

Pelaksanaan tersebut berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 1994 pendataan dilaksanakan mulai pertengahan Januari sampai dengan akhir Februari. Hasil pendataan keluarga (rekapitulasi dari tingkat kabupaten/kota) sudah diterima di BKKBN Pusat pada 31 Maret. Demikian juga pada 1995, dan 1996.

Pada 1997 awal waktu pelaksanaan pendataan pertengahan Januari hingga akhir Maret, hasilnya diterima pada 31 April. Demikian juga jalannya pendataan pada 1999. Pendataan pada 2000, mengalami perubahan. Pelaksanaannya dilaksanakan dua kali, yaitu pertama pada Februari hingga April, dan kedua pada Oktober hingga Desember dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu.

Sasaran pendataan keluarga meliputi seluruh tingkatan wilayah Indonesia, yang mencakup sasaran semua rumah tangga, keluarga, penduduk, pasangan usia subur, dan peserta KB yang berdomisili di suatu wilayah kerja. Jangkauannya meliputi rukun tetangga, dusun/RW, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/ kota, provinsi sampai ke tingkat nasional.

Pendataan keluarga dan individu dilakukan dengan cara mengunjungi keluarga dari rumah ke rumah oleh petugas atau pelaksana pengumpul data. Wawancara dilakukan oleh kader masyarakat, seperti kader-kader KB, Posyandu, Dasa Wisma/PKK, juga Karang Taruna, Pramuka Saka Kencana, dan tokoh-tokoh masyarakat setempat, terutama para guru.

Mereka dibantu oleh para pembina pengumpulan data, yakni Penyuluh KB/PLKB yang membina RT, RW/dusun, desa/kelurahan di wilayahnya masing-masing. Pengawasan dilakukan oleh Pengendali Program Lapangan (PPLKB) di masing-masing kecamatan. Sementara petugas PPKBD/Sub PPKBD membuat peta keluarga dibantu oleh para kader di bawah bimbingan Penyuluh KB/PLKB setempat. Data hasil pendataan diolah oleh petugas jajaran BKKBN di setiap tingkat wilayah mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai tingkat pusat.
* Pendataan yang dilaksanakan oleh Petugas PLKB / PKB Badan Pengendalian Kependudukan dan    
   Keluarga Berencana Kota Ternate di beberapa Pejabat Pemda Kota Ternate :
1. Kediaman Bapak Walikota Ternate yang terletak di Kelurahan Jati Kec. Kota Ternate Selatan
2. kediaman Bapak Walikota Ternate yang terletak di Kel. Soasio Kec. Kota Ternate Tengah


 3. Rumah Bapak Setda Kota Ternate





PENDATAAN KELUARGA; SELAYANG PANDANG

Pendataan Keluarga merupakan bagian dari Sub Sistem Informasi Manajemen Program Keluarga Berencana Nasional yang menyediakan data mikro keluarga. Ciri-ciri setiap keluarga dan anggota keluarga yang didata berkaitan dengan aspek demografi, keluarga berencana (KB), dan keluarga sejahtera (KS).

Pendataan keluarga secara keseluruhan maupun individu ini dilakukan dengan cara mengunjungi dari rumah ke rumah oleh petugas atau pelaksana pengumpul data. Jadi tidak usah heran bila kebetulan ada kader KB, kader Posyandu, kader Dasawisma (PKK), Karang Taruna, Pramuka Saka Kencana maupun tokoh masyarakat setempat datang untuk melakukan pendataan.

Mereka mengunjungi setiap rumah dengan membawa formulir pendataan untuk melakukan wawancara langsung atau untuk kasus-kasus tertentu bisa juga melalui pesawat telepon atau media komunikasi lainnya. Mereka dibantu oleh para pembina pengumpulan data.

Pelaksanaan pendataan selalu diawasi terus menerus, sementara pembinaannya di tingkat RT, RW (dusun) dan kelurahan (desa) menjadi tanggung jawab para Penyuluh KB/PLKB. Pengawasan dilakukan oleh Pengendali Program Lapangan (PPL) KB di masing-masing kecamatan. Ketua RT, ketua RW/dusun, dan kepala desa atau lurah menjadi penanggung jawab untuk masing-masing tingkatan wilayah.

Perlu diketahui, pendataan keluarga bertujuan untuk memperoleh data base keluarga dan individu. Data tersebut memberikan gambaran secara menyeluruh tentang keadaan di lapangan sampai ke tingkat keluarga. Misalnya, tentang hasil-hasil pelaksanaan Program KB Nasional yang dapat digunakan untuk kepentingan operasional langsung di lapangan serta untuk kepentingan penetapan kebijaksanaan, perencanaan, pengendalian dan penilaian oleh pengelola dan pelaksana di semua tingkatan.

Pendataan keluarga menyajikan data, misalnya mengenai jumlah rumah tangga, keluarga, pasangan usia subur (PUS) dan peserta KB. Ini bisa dirinci menurut jenis kontrasepsi yang digunakan, cara memperoleh pelayanan, penggolongan PUS yang tidak ikut KB dan peserta KB yang implannya dicabut. Dari hasil pendataan tersebut kemudian dibuat peta keluarga berdasarkan kesertaan ber-KB, dan tahapan keluarga sejahtera dari masing-masing keluarga di tingkat RT atau RW/dusun.

Peta keluarga tersebut merupakan gambaran status kesertaan ber-KB dan tahapan keluarga sejahtera dari suatu wilayah. Peta tersebut berisi petak-petak lokasi rumah yang dilengkapi rambu-rambu geografis seperti jalan raya, rel kereta api, sungai, dan sebagainya. Pada tiap petak lokasi rumah ditempelkan stiker ukuran 2 x 1 cm yang dilengkapi dengan simbol-simbol dengan warna tertentu yang menunjukkan status keluarga sejahtera dan cara kontrasepsi yang digunakan oleh peserta KB. Untuk status keluarga sejahtera digunakan simbol lingkaran. Lingkaran warna merah dengan bintang di atasnya menunjukkan keluarga pra-sejahtera alasan ekonomi, warna merah untuk keluarga pra-sejahtera bukan alasan ekonomi, warna kuning dengan bintang di atasnya adalah untuk keluarga sejahtera I alasan ekonomi, warna kuning untuk keluarga sejahtera bukan alasan ekonomi bukan alasan ekonomi, warna coklat untuk keluarga sejahtera II, warna hijau untuk keluarga sejahtera III dan warna biru untuk keluarga sejahtera III plus. Untuk cara kontrasepsi yang digunakan oleh peserta KB adalah menggunakan simbol segi empat. Segi empat warna merah untuk pil, warna kuning untuk kondom, warna biru untuk IUD, warna ungu untuk suntikan, warna orange untuk implant, warna hijau untuk MOW dan warna coklat untuk MOP.

Dengan pendataan bisa diketahui jumlah jiwa dalam keluarga, jumlah wanita usia subur (umur 15-49 tahun), jumlah jiwa dalam keluarga, kegiatan seorang ibu (istri). Kemudian data anak yang masih hidup, jumlah penduduk menurut kelompok umur (balita, umur 5-6 tahun, 7-12 tahun, 13-15 tahun, 16-18 tahun, berumur 19-59 tahun, dan 60 tahun ke atas). Kemudian tersedia pula data tentang tahapan keluarga sejahtera yang dicapai oleh setiap keluarga berdasarkan berbagai tingkat kebutuhannya, baik yang menyangkut kebutuhan dasar, sosial psikologis, maupun kebutuhan pengembangan.

Mulai pendataan Keluarga 2001 data yang dikumpulkan lebih dikembangkan sehingga tersedia data individu anggota keluarga yang meliputi nomor kode keluarga Indonesia, nomor kode anggota keluarga, nama, alamat, hubungan dengan kepala keluarga, jenis kelamin, tahun kelahiran, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, dan mutasinya.

Varabel dan Indikator Selalu Dikembangkan

Perlu diketahui, bahwa sesuai dengan perkembangan kebutuhan, variabel dan indikator yang digunakan dalam pendataan PUS dan peserta KB pada tahun 1985-1993 serta pendataan keluarga sejak 1994 sampai 2001 mengalami perubahan (penambahan dan pengurangan).

Periode 1985-1993: Pendataan PUS dan peserta KB meliputi informasi jumlah keluarga, jumlah jiwa dalam keluarga menurut jenis kelamin, jumlah anak balita, jumlah pasangan usia subur dan jumlah wanita menurut status perkawinan (yang dirinci berdasarkan yang masih haid dan yang belum/sudah tidak haid).

Juga jumlah peserta KB menurut jenis kontrasepsi, waktu mulai menjadi peserta KB (periode terakhir), dan jumlah PUS yang bukan peserta KB dan alasan-alasannya.

Pendataan Keluarga 1994: lebih dikembangkan lagi, variabel yang digunakan dibagi atas tiga kelompok informasi, yaitu demografis, keluarga berencana, dan keluarga sejahtera.

Informasi demografi meliputi data kepala keluarga (menurut jenis kelamin), kepala keluarga menurut status perkawinan (kawin, duda, janda, belum kawin), jumlah jiwa dalam keluarga, dan jumlah anak kandung.

Juga jumlah anggota dalam rumah tangga (dirinci dalam tiga kelompok, yakni balita, anak, dewasa, usia lanjut), dan jumlah wanita subur (15-49 tahun). Kemudian kelahiran hidup (dikelompokkan menurut umur ibu di bawah 20 tahun, 20-29 tahun, dan 30 ke atas). Lantas kematian (dikelompokkan menurut umur yang meninggal, di bawah satu tahun, 1-4 tahun, dan lima tahun ke atas), dan data rumah tangga khusus (penduduk yang tidak termasuk ke dalam salah satu keluarga dan belum termasuk ke dalam rumah tangga lainnya).

Dalam pendataan ini disajikan informasi KB yang meliputi PUS, bukan PUS, PUS tidak ikut KB, peserta KB, dan tempat pelayanan KB. Kemudian informasi keluarga sejahtera terdiri dari agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, KB, tabungan, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan, transportasi, dan peranan dalam masyarakat.

Dengan data tersebut, misalnya ada pihak yang akan memberikan beasiswa atau bantuan lain bagi keluarga tidak mampu, langsung bisa menggunakannya dan dijamin bisa dipertanggungjawabkan.

Pendataan Keluarga 1995: Terdapat penambahan maupun pengurangan beberapa variable (indikator). Misalnya ada variabel yang dihilangkan pada informasi demografi dan KB meliputi jumlah anak kandung hidup, status keluarga (PUS/bukan PUS), memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi.

Di lain pihak ada penambahan pada kelompok informasi demografi dan KB antara lain jumlah jiwa dalam keluarga. Pada kelompok informasi keluarga sejahtera ditambah indikator ibadah pada KS I, dan penajaman beberapa indikator. Pada KS I dan KS II dilengkapi informasi dengan alasan ekonomi dan bukan alasan ekonomi.

Pendataan Keluarga 1996: Variabel yang digunakan sama dengan tahun sebelumnya, hanya mengalami beberapa penambahan formulir ikutan, yaitu pendataan anak balita, calon anak asuh, keluarga prasejahtera dan KS I alasan ekonomi yang dipertajam dengan indikator kemiskinan.

Pendataan Keluarga 1997: Kehidupan sehari-hari memang terus berubah dan dengan semakin luasnya kiprah anggota keluarga maupun program-program terkait, dilakukan beberapa penyesuaian. Misalnya susunan variabel rumah tangga didahulukan, kemudian diikuti variable keluarga, dan penambahan indikator tentang aktif atau tidaknya ibu berwirausaha.

Instrumen ikutan dalam upaya mendukung administrasi kependudukan diperluas guna mendukung wajib belajar sembilan tahun, dan juga untuk menyediakan data bagi Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA). Ini meliputi formulir-formulir pendataan kelahiran, pendataan kematian khusus bayi, pendataan kematian ibu karena hamil atau melahirkan, dan pendataan anak usia sekolah 7-15 tahun. Kemudian data cara PUS memperoleh kontrasepsi dibagi menjadi bayar dan tidak bayar.

Pendataan Keluarga 1998: Terdapat beberapa perubahan antara lain, data ibu berwirausaha pada pendataan 1997 disempurnakan menjadi tiga kolom (pegawai, berwirausaha, dan bukan pegawai serta tidak berwirausaha). Status keluarga prasejahtera dan KS I memperoleh bantuan modal dari salah satu atau lebih sumber dana juga bisa dilihat di sini.

Juga dicantumkan lima indikator tambahan atas dasar kesepakatan lima instansi pada 27 November 1997 (Badan Pusat Statistik--BPS, BKKBN, Bappenas, Depsos, dan Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Depdagri).

Indikator ini meliputi status kepala keluarga yang berpendidikan paling kurang tamat SLTP, atau bila tidak tamat SLTP, harus mempunyai ketrampilan khusus; keluarga yang memiliki rumah layak huni; pemilikan jamban; tidak ada anggota keluarga yang cacat yang tidak dapat melaksanakan fungsinya, dan keluarga yang hanya memiliki harta benda terbatas. Selain itu juga dilakukan register indikator permasalahan tahapan keluarga sejahtera.

Pendataan Keluarga 1999: ada perkembangan baru, yakni formulir tambahan/sambungan berdasarkan kesepakatan lima instansi pada tanggal 7 November 1997 (BPS, BKKBN, Bappenas, Depsos, dan PMD Depdagri) tersebut dihilangkan, karena kesulitan dalam pelaksanaannya di lapangan.

Pendataan Keluarga 2000: saat itu formulir ikutan yang ditambahkan pada pendataan 1997, yakni kelahiran bayi, kematian khusus bayi, kematian ibu hamil/melahirkan dan anak usia sekolah juga dihilangkan, karena sulitnya untuk memperoleh data yang akurasinya dapat dipertanggungjawabkan.

Pendataan Keluarga 2001: Terjadi penambahan variabel data individu anggota keluarga, yakni nomor Kode Keluarga Indonesia, nomor kode anggota keluarga, nama, alamat, hubungan dengan kepala keluarga, jenis kelamin, tanggal, bulan, dan tahun kelahiran, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, dan perubahan (mutasi) nya dari setiap anggota keluarga.

Sifat Indikator Pendataan Keluarga

Perlu dikemukakan di sini, indikator yang dipergunakan dalam mengukur tahapan keluarga sejahtera mempunyai beberapa sifat, yaitu :

Strategis: indikator-indikator yang dipilih dan digunakan dalam pendataan keluarga adalah yang menonjol dan paling penting bila dibandingkan dengan indikator lain. Indikator tersebut sangat esensial dan mempunyai daya ungkit tinggi untuk mengetahui dan mengukur tahapan KS suatu keluarga.

Sensitif: indikator-indikator yang sangat mudah serta cepat untuk menerima pengaruh ke arah perubahan dalam meningkatkan tahapan KS dari setiap keluarga.

Applicable: indikator tersebut dapat diterapkan dengan mudah, cocok dan tepat untuk mengetahui tahapan KS suatu keluarga. Selain itu mudah dilaksanakan walau oleh petugas setingkat kader (yang sebagian besar mungkin tingkat pendidikannya rendah).

Observable: indikator-indikator tersebut dapat diamati, dilihat sehingga tidak sulit untuk mengenalinya di lapangan.

Measurable: indikator KS tersebut dapat diukur dengan satuan ukuran yang jelas mengenai volume, besaran, tingkat, luas dan sebagainya.

Mutable: artinya indikator tersebut dapat diubah dan diadakan intervensi dengan berbagai program dan kegiatan yang memungkinkan untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Ciri-Ciri Tahapan Keluarga

Perlu diketahui, bahwa ciri-ciri keluarga yang berkaitan dengan aspek keluarga sejahtera dikelompokkan menjadi lima tahap dan diterjemahkan ke dalam 23 indikator. Hal ini mengacu kepada berbagai tingkat kebutuhannya, baik yang menyangkut kebutuhan dasar, sosial psikologis, maupun kebutuhan pengembangannya. Penetapan 23 indikator tersebut dilakukan oleh tim lintas sektoral dan para ahli (pakar) berbagai bidang, terutama dari Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI).


Lima pengelompokan tahapan keluarga sejahtera tersebut sebagai berikut :

Keluarga Pra Sejahtera: keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan.

Keluarga Sejahtera I : keluarga tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Indikator yang dipergunakan sebagai berikut:

1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut.
2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
4. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
5. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/ petugas kesehatan. Demikian halnya bila PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan dan diberi obat/cara KB modern.

Keluarga Sejahtera II : yaitu keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya.

Indikator yang dipergunakan terdiri dari lima indikator pada Keluarga Sejahtera I ditambah dengan sembilan indikator sebagai berikut:

6. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing.
7. Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau ikan atau telur sebagai lauk pauk.
8. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir. 9. Luas lantai rumah paling kurang 8,0 m2 untuk tiap penghuni rumah.
10. Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
11. Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.
12. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.
13. Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu pendataan) bersekolah.
14. Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil).

Keluarga Sejahtera III : keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan sosial psikologisnya serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya.
Mereka harus memenuhi persyaratan indikator 1 s.d14 dan memenuhi syarat indikator 15 s.d 21, sebagai berikut :

15. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
16. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
17. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar-anggota keluarga.
18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
19. Mengadakan rekreasi bersama di luar rumahpaling kurang sekali dalam enam bulan.
20. Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan radio atau menonton televisi.
21. Anggota keluarga mampu mempergunakan sarana transportasi.

Keluarga Sejahtera III Plus : keluarga yang selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dan kebutuhan sosial psikologisnya, dapat pula memenuhi kebutuhan pengembangannya, serta sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat 1 s.d 21 dan ditambah dua syarat, yakni:

22. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.
23. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.

Pengertian dan Istilah

Bagi anda yang tidak berkecimpung dalam program KB, tentu merasa asing dengan sejumlah istilah yang sering anda dengar atau temui dalam buku ini. Untuk itu berikut ini dijelaskan beberapa istilah atau batasan yang digunakan di dalam pelaksanaan Pendataan Keluarga.

1. Pendataan keluarga: kegiatan pengumpulan data-data primer tentang demografi, keluarga berencana, dan tahapan keluarga sejahtera serta data individu anggota keluarga yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah (pemerintah daerah dan BKKBN) secara serentak pada waktu yang telah ditentukan melalui kunjungan keluarga dari rumah ke rumah.



2. Keluarga : unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (pasal 1 ayat 10 Undang-Undang No 10/1992). Secara implisit dalam batasan ini yang dimaksud dengan anak adalah anak yang belum menikah. Apabila ada anak yang sudah menikah dan tinggal bersama suami/istri atau anaknya, maka yang bersangkutan menjadi keluarga tersendiri (keluarga lain).

3. Kepala keluarga : laki-laki atau perempuan yang berstatus kawin, atau janda/duda yang mengepalai suatu keluarga yang anggotanya terdiri dari istri/suami dan atau anak anaknya.

4. Keluarga khusus : adalah satuan individu/orang yang tidak terikat dalam hubungan keluarga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 10/1992, hidup dan makan bersama serta menetap dalam satu rumah (misalnya duda/janda tanpa anak, orang yang hidup seorang diri, dan lain-lain).

5. Kepala keluarga khusus : individu/orang yang diisepakati oleh anggotanya sebagai kepala/pimpinan keluarga.

6. Keluarga sejahtera : keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota dan antarkeluarga dengan masyarakat dan lingkungan (pasal 1 ayat 11 UU No 10/1992).

7. Wanita usia subur : perempuan berusia 15-49 tahun berstatus kawin maupun yang belum kawin atau janda.

8. Ibu/istri bekerja : ibu/istri yang bekerja/melaksanakan kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan (pegawai negeri, swasta, dan wirausaha).

a. Pegawai : jenis pekerjaan yang berpenghasilan tetap (mendapat gaji/upah) karena bekerja, baik pada instansi pemerintah, kantor atau perusahaan swasta ataupun bekerja dengan perorangan (seperti pembantu rumah tangga, tukang kebun, pengemudi pribadi dan sebagainya).

b. Ibu Berwirausaha : kegiatan yang dikelola oleh ibu sendiri yang bersifat ekonomi produktif secara berkesinambungan (pada sektor pertanian, industri kecil/rumah tangga, jasa dan perdagangan) yang memerlukan/memakai modal uang atau berupa barang yang dapat dinilai dengan uang dengan tujuan memperoleh keuntungan.

9. Pasangan usia subur (PUS) : Pasangan suami istri yang istrinya berumur 15-49 tahun. Atau pasangan suami-istri yang istrinya berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid (datang bulan), juga termasuk istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid.

10. Peserta keluarga berencana (KB) : pasangan usia subur yang pada saat pendataan sedang memakai atau menggunakan salah satu alat/cara kontrasepsi modern. Artinya bukan termasuk yang memanfaatkan kontrasepsi tradisional seperti pijat, urut, jamu dan juga tidak termasuk cara-cara KB alamiah seperti pantang berkala, senggama terputus dan sebagainya.

11. Peserta KB pemerintah : peserta KB yang memperoleh pelayanan KB melalui tempat-tempat pelayanan pemerintah, seperti di Puskesmas, klinik KB dan rumah sakit pemerintah.

12. Peserta KB swasta : peserta KB yang memperoleh pelayanan KB melalui tempat-tempat pelayanan swasta, seperti dokter atau bidan praktek swasta, apotik, toko obat dan lain-lain.

13. Pasangan usia subur hamil : pasangan usia subur yang istrinya sedang hamil.

14. Pasangan usia subur bukan peserta KB ingin anak : pasangan usia subur yang sedang tidak menggunakan salah satu alat/cara kontrasepsi dan masih menginginkan anak.

15. Pasangan usia subur bukan peserta KB tidak ingin anak : pasangan usia subur yang sedang tidak menggunakan salah satu alat/cara kontrasepsi dan tidak ingin anak lagi.

16. Keluarga miskin : keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu kemiskinan alasan ekonomi.

Enam indikator penentu kemiskinan tersebut adalah :

a. Pada umunya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian
c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah
d. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor
e. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru
f. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi untuk tiap penghuni

17. Rumah tangga : sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur. Atau seorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluannya sendiri.

18. Pemutakhiran data : kegiatan pendataan keluarga dengan cara memperbaiki dan memperbaharui informasi dan data keluarga yang telah terkumpul dalam data basis keluarga hasil pendataan keluarga tahun sebelumnya.

19. Data Basis Keluarga : kumpulan informasi dan data keluarga hasil pendataan keluarga di setiap wilayah pendataan (RT, dusun/RW) dan setiap tingkatan wilayah yang tersimpan dalam file elektronik dan file cetak.

20. Daftar Keluarga dan Anggota Keluarga (DKAK) : data keluarga dan anggota keluarga beserta seluruh informasi dan data pendataan keluarga tingkat RT dan dusun/RW di setiap wilayah pendataan sebagai ganti register keluarga R/I/KS/00.

21. Mutasi Data Keluarga (MDK) : formulir yang digunakan untuk melaporkan terjadinya perbaikan dan perubahan dari data keluarga yang terdapat dalam data base keluarga dan DKAK.

22. Catatan Pemutakhiran Data Keluarga : buku catatan yang digunakan oleh kader pendata dan PLKB/PKB untuk mencatat informasi dan data perbaikan dan perubahan dari data keluarga yang ada di wilayah pendataan tingkat RT dan dusun/RW serta di wilayah desa/kelurahan.

23. Unit Pengolah Data : satuan kerja yang berada di BKKBN kabupaten/kota, provinsi dan pusat yang bertujuan untuk menyimpan dan memperbaharui data basis keluarga serta mengolah, menganalisis dan mendistribusikan data basis keluarga sebagai data hasil pendataan keluarga.

24. Wilayah Pendataan : satuan wilayah administrasi setingkat RT, dusun/RW tempat tinggal keluarga sebagai sumber data primer dalam kegiatan pendataan keluarga.

PLKB Ujung Tombak Program KB



PEKANBARU (RP)- Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)  merupakan ujung tombak Program Keluarga Berencana. Bila PLKB tak berjalan, maka Program KB juga tak berjalan. Sehingga PLKB memerlukan dukungan operasional berasal dari APBD.

    “Program KB tidak akan banyak artinya tanpa didukung pemerintah kabupaten/kota. Hal yang memerlukan perhatian Pemkab dan Pemko adalah PLKB sebagai ujung tombak yang langsung bersentuhan dengan masyarakat ,” kata Direktur Pembinaan Kesertaan KB Jalur Swasta BKKBN Pusat, dr Rozali MBA, Selasa (2/8), saat membuka rapat Penelaahan Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Riau 2011 di Hotel Furaya, Selasa (2/8).
   
    Rapat yang digelar selama tiga hari ini diikuti 140 peserta dari Dandim/Pesiter, SKPD, kesehatan, Depnaker, Rumah sakit, Ikatan Bidan Indonesia serta mitra kerja. Hadir dalam rapat tersebut kepala Perwakilan BKKBN Riau Drs Ary Goedadi, Danrem 031 WB, kol TNI Zaedun dan undangan lainnya.

    Ditambahkan Rozali, saat ini jumlah desa/kelurahan sekitar 75 ribu lebih, maka diperlukan tenaga PLKB sekitar 35 ribu. Sementara data yang ada jumlah PLKB baru 19 ribu, yang terdiri dari PNS 18.484 orang, kontrak 392 orang dan sukarelawan 175 orang.

    “Oleh karna itu kami meminta dukungan gubernur, Wako/bupati untuk bisa membantu program KB melalui penambahan jumlah PLKB sebagai tenaga program kependudukan dan KB, “ujur Rozali.

    Dalam pada itu, Kepala Perwakilan BKKBN Riau, Drs Ary Goedadi menyatakan rapat penelaahan program Kependudukan dan Keluarga Berencana 2011 sangat penting untuk mengevaluasi pelaksanaan program kependudukan dan KB selama semester 1 dan sekaligus menyusun rencana kedepan semester II.
   
Berdasarkan sensus penduduk 2010, penduduk Riau berjumlah 5.530.311 orang, dan menempati posisi ke-4 dari 10 provinsi di Sumatera, setelah Sumatera Utara, Lampung dan Sumatera Selatan. Kemudian laju pertumbuhan penduduk Riau sebesar 3,59 persen yang disebabkan masih tingginya angka kelahiran, turunnya angka kematian dan banyaknya penduduk yang berimigrasi ke Riau.

    “Terjadinya peningkayan jumlah penduduk yang cukup besar pada kelompok umur 0-14 tahun, kemungkinan angka kelahiran tersebut sebagai akibat melemahnya pengelolahan program selama lima tahun terakhir,

BKKBN KEKURANGAN TENAGA PENYULUH LAPANGAN



JAKARTA--bkkbn online: Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief mengatakan program pengendalian penduduk di Indonesia tidak berjalan secara optimal. Jumlah petugas lapangan Keluarga Berencana (KB) saat ini hanya sekitar 24 ribu orang.

"Idealnya, jumlah petugas KB adalah 41 ribu orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah desa di Indonesia yang jumlahnya mencapai sekitar 82 ribu," ujar Sugiri,  di Jakarta, Minggu (18/7).

Selain itu, selama ini daerah kepulauan dan tertinggal, terpencil, perbatasan (galcitas) seringkali tertinggal dalam penggarapan program KB. Penyebabnya, letak geografis yang sulit, akses petugas pelayanan KB maupun peserta dan calon peserta KB ke pusat-pusat pelayanan kesehatan menjadi terbatas.

Padahal, mereka yang ingin ber-KB tetapi tidak terlayani (unmetneed) cukup tinggi di daerah tersebut. Secara nasional, saat ini unmetneed mencapai 9,1%.

"Tahun ini kami memiliki anggaran Rp2,4 Triliun. Dana itu kami optimalkan untuk tiga fokus sasaran. Ketiga fokus sasaran tersebut adalah keluarga miskin, keluarga di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan, serta generasi muda," sambung Sugiri.

Karena itu, BKKBN menegaskan akan semakin fokus untuk menggarap daerah-daerah hardcore, seperti daerah kepulauan dan daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan (galcitas). Melalui program terobosan tersebut, harapannya tahun ini sebanyak 7,2 juta peserta KB baru dapat dipenuhi sesuai PPM (perkiraan permintaan masyarakat) yang ditetapkan BKKBN.

BKKBN telah menyiapkan desain-desain khusus dan bekerja sama dengan beberapa mitra yang juga mempunyai fasilitas untuk keperluan tersebut.

"Dalam hal ini, kami membutuhkan peranan semua pihak," tutup Sugiri.(yud/micom)

TATA CARA PENDATAAN KELUARGA


Proses pendataan keluarga dilakukan dengan dua tahap yaitu melalui pendekatan pengumpulan data keluarga dan pendekatan pemutakhiran data basis keluarga. Pada pendekatan pengumpulan data keluarga oleh kader dan PLKB melalui kunjungan dari rumah kerumah dengan wawancara dan observasi kepada seluruh keluarga di wilayah pendataan. Hasil dari wawancara dan observasi kepada seluruh keluarga dicatat dan dilaporkan oleh kader pendata dibawah bimbingan PLKB dengan menggunakan sarana pendataan R/I/KS. Berdasarkan R/I/KS yang diterima dibuat rekapitulasi menurut tingkatan wilayah sampai ke tingkat pusat yang merupakan data agregat.

Kemudian, khusus pada tahun 2001; dengan tambahan data dan informasi tentang individu anggota keluarga, PLKB memindahkan data dari R/I/KS tersebut ke formulir scanner.
Selanjutnya fomulir scanner yang sudah diisi, dikirim ke BKKBN Pusat untuk diolah menjadi Daftar Keluarga dan Anggota Keluarga (DKAK) yang diterima kembali oleh kader pendata menjadi data basis keluarga di wilayah pendataan sebelum pemutakhiran data basis keluarga dilakukan.

Dari DKAK selanjutnya dibuat peta keluarga yang berisi kupon berwarna yang menunjukkan tentang kesertaan ber KB dan tahapan KS setiap keluarga yang ada pada wilayah pendataan tersebut.

Pada pendekatan pemutakhiran data basis keluarga yang mulai dilaksanakan sejak bulan Oktober Desember tahun 2002, pendataan keluarga dilakukan
dengan pemutakhiran data keluarga yang ada pada DKAK.

Pemutakhiran data basis keluarga dimulai dengan pengkajian DKAK sebagai dasar untuk melakukan kunjungan rumah. Tetap dilakukan dengan kunjungan dari rumah kerumah kepada seluruh keluarga, melalui wawancara dan observasi oleh kader pendata dan PLKB dicatat pada buku catatan mutasi data keluarga.

Pemutakhiran data keluarga adalah untuk memperbaiki, merubah dan memperbaharuai data keluarga dan individu anggota keluarga hasil pendataan keluarga sebelumnya. Sehingga yang dicatat dan dilaporkan hanya data yang diperbaharui, dirubah dan perbaikan dengan menggunakan formulir mutasi data keluarga (F/I/MDK) oleh PLKB. Kemudian F/I/MDK yang sudah diisi hasil pemutakhiran data keluarga dikirim ke BKKBN Pusat untuk diolah menjadi DKAK tahun yang bersangkutan; kecuali Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa Timur karena sudah melakukan pengolahan sendiri.

Selasa, 20 September 2011


Sadomasokisme adalah penyimpangan seksual dimana penderita akan mengalami kepuasan dalam melakukan hubungan seks jika menyakiti pasangannya atau disakiti oleh pasangannya

Jumat, 16 September 2011

STRUKTUR ORGANISASI BPKKBD KOTA TERNATE


STRUKTUR ORGANISASI
BADAN PENGENDALIAN KEPENDUDUKAN & KELUARGA BERENCANA DAERAH 
KOTA TERNATE

KEPALA BPKKBD KOTA TERNATE                               : Drs. DJUAHAIMY MARASABESSY
SEKRETARIS                                                                      : NURSIAH MUHAMMAD, SH, MM
KABID INFORMASI KELUARGA &
ANALISA PROGRAM                                                        : WAHIDA PAHENG, S.Sos, M.Si
KABID PENGENDALIAN PENDUDUK &
KELUARGA BERENCANA                                               : RAHMAWATI R. TUKUBOYA, SH, M.Si
KABID KELUARGA SEJAHTERA                                    : -
KASI PELAPORAN & ANALISA PROGRAM                 : Hj. HADIDJAH MALAGAPI, S.Ip
KASI ADVOKASI, PENYEBARLUASAN INFORMASI
& DOKUMENTASI                                                            : Dra. NURSIA L. AZIS
KASI PENYERASIAN KEBIJAKAN
KEPENDUDUKAN & KESERTAAN KB                          : MIRSAN SOLEMAN, SH, M.Si
KASI BINA KELANGSUNGAN IBU, BAYI & ANAK    : SUKRIYATI, SE, M.Si
KASI KETAHANAN KELUARGA                                    : Drs. H. MUJAIS WALANDA, MM
KASI BINA PEMBERDAYAAN
EKONOMI KELUARGA                                                    : POPPIE I. TITARSOLE, S.Kep. Ners
KASUBAG UMUM & KEPEGAWAIAN                           : SUHAIMI ABD. RAHMAN, SE
KASUBAG PERENCANAAN                                            : FREDRIK PATTIASINA, S.Ap
KASUBAG KEUANGAN                                                   : APRIANA SALAKORY, SE





Kamis, 15 September 2011


Untuk mempersiapkan kehamilan yang aman dan sehat harus dihindari 4 T ( terlalu ) dan 3 T ( Terlambat )
4 T
1.       Terlalu muda untuk hamil ( kurang dari 20  tahun )
2.       Terlalu tua untuk hamil ( lebih dari 35 tahun )
3.       Terlalu sering hamil ( anak lebih dari 3 beresiko tinggi )
4.       Terlalu dekat atau rapat jarak kehamilannya ( kehamilan berikutnya kurang dari 2 tahun )


3 T
1.       Terlambat dalam membuat keputusan untuk mencari upaya penanganan pelayanan medis kedaruratan
2.       Terlambat ibu hamil tiba di sarana kesehatan yang sesuai
3.       Terlambat memperoleh pertolongan kedaruratan medis difasilitas kesehatan





VISi  : “Penduduk Seimbang 2015”
MISI :  “Mewujudkan Pembangunan yang
Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”
menggantikan visi sebelumnya “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan misi “Mewujudkan
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”

PERAN PLKB

  • Pengelolaan Pelaksanaan Program KB Nasional di Desa dan Kelurahan
  • Penggerak Partisipasi Masyarakat
  • Pemberdaya Keluarga dan Masyarakat
  • Penggalang dan Pengembang Kemitraan dengan Berbagai Pihak

10 Langkah PLKB

1. Pendekatan Tokoh Formal   
2. Pendataan & Pemetaan 
3. Pendekatan Tokoh Informal
4. PembentukanKesepakatan (MMD)
5. Pemantapan Kesepakatan
6. KIE oleh Tokoh Masyarakat
7. Pembentukan Grup Pelopor
8. Pelayanan KB
9. Pembinaan Peserta
10. Evaluasi, Pencatatan dan Pelaporan


 

Minggu, 11 September 2011

Ragam Kegiatan BPKKBD Kota Ternate

Pelayanan KB gratis

Kepala Badan Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah Kota Ternate

Selamat Atas Dilantiknya Bapak Drs. Djuhaimy Marasabessy Sebagai Kepala Badan Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah Kota Ternate.

GANDARUSA ( Pil Ati Hamil Pria )

Gandarusa, pil anti hamil khusus untuk pria telah siap produksi. Paling cepat tahun ini tablet pil KB untuk pria ini siap diproduksi. Semua sudah menyelesaikan tahapan mulai penelitian hingga ujicoba dan tinggal diproduksi secara massal.
Ekstrak daun gandarusa sudah terbukti sangat tokcer mencegah kehamilan bagi sang istri. Meski berhubungan dengan pasangan, dengan mengunsumsi pil KB pria ini secara teratur kelahiran bica dicegah.
"Semua tahapan sebelum menjadi produk kesehatan sudah tuntas. Paling cepat, tahun ini pil gandarusa akan diproduksi secara massal," ungkap Rektor Unair, Prof. Fasich, beberapa waktu lalu di kampusnya.
Adalah dosen farmasi Unair, Bambang Prayogo, yang berhasil mengambil ekstrak daun gandarusa (gendarussa vulgaris nee). Dengan memanfaatkan daun tumbuhan ini, Bambang telah sukses mengujikan kepada ratusan pasangan usia subur.
"Mereka adalah para akseptor keluarga berencana (KB). Setelah diujikan, berhasil. Gandarusa memang bisa mencegah pembuahan pada pasangan, Bahkan para pria mengaku makin jantan," ucap Bambang.
Unair kini terus mendukung dan memfasilitasinya. Pihak kampus semakin giat menggandeng pihak ketiga termasuk dunia industri farmasi untuk meyakinkan temuan Bambang tersebut.
Bambang kini telah dipercaya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Lembaga Pemerintah ini siap menampung seluruh pil ekstrak gandarusa untuk menyukseskan KB. Apalagi akseptor KB saat ini masih didominasi perempuan datau istri. Sementara suami sangat sedikit yang mau KB.
PT Indo Farma, salah satu produsen obat terbesar, juga sudah menyelesaikan  uji klinis siap memproduksi secara massal.
"BKKBN, PT Indo Farma dan Unair sudah meneken MoU," tambah Fasich.
Ekstrak daun Gandarusa ini telah meyakinkan dunia kesehatan. Karena telah menjadi kontrasepsi sakti bagi pria, kini tanaman gandarusa  terus dibudidayakan di wilayah-wilayah di Jatim. Di antaranya, di Mojokerto, Jombang, Pasuruan dan daerah lain. (Surya/6 September 2011).